Rabu, 9 Mac 2011

PENYAKIT HATI DAN PENAWARNYA

Ada hati yang disifatkan hidup dan sebaliknya maka keadaan hati dapat dikelompokkan menjadi tiga bahagian. Pertama, hati yang sihat yaitu hati yang bersih yang seorang pun tidak akan selamat pada Hari Kiamat kecuali jika dia datang kepada Allah dengannya, sebagaimana firman Allah;

Maksudnya : "Hari yang padanya harta benda dan anak-pinak tidak dapat memberikan pertolongan sesuatu apapun . "Kecuali (harta benda dan anak-pinak) orang-orang yang datang mengadap Allah dengan hati yang selamat sejahtera (dari syirik dan penyakit munafik); (Asy-Syuara : 88-89).

Disebut qalbun salim (hati yang bersih, sihat) karena sifat bersih dan sihat telah menyatu dengan hatinya, sebagaimana kata Al-Alim, Al-Qadir (Yang Maha Mengetahui, Mahakuasa). Di samping, ia juga merupakan lawan dari sakit dan aib.

Orang berbeza pendapat tentang makna qalbun salim. Sedang yang merangkum berbagai pendapat itu ialah yang mengatakan qalbun salim yaitu hati yang bersih dan selamat dari berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah, bersih dan selamat dari berbagai syubhat yang bertentangan dengan berita-Nya. Ia selamat dari melakukan penghambaan kepada selain-Nya, selamat dari pemutusan hukum oleh selain Rasul-Nya, bersih dalam mencintai Allah dan dalam berhukum kepada Rasul-Nya, bersih dalam ketakutan dan berpengharapan pada-Nya, dalam bertawakal kepada-Nya, dalam kembali kepada-Nya, dalam menghinakan diri di hadapan-Nya, dalam mengutamakan mencari redha-Nya di segala keadaan dan dalam menjauhi dari kemungkaran kerana apa pun. Dan inilah hakikat penghambaan (ubudiyah) yang tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah semata.

Jadi, qalbun salim adalah hati yang selamat dari menjadikan sekutu untuk Allah dengan alasan apa pun. la hanya mengikhlaskan penghambaan dan ibadah kepada Allah semata-mata , baik dalam kehendak, cinta, tawakkal, inabah (kembali), merendahkan diri, khasyyah (takut), raja’(pengharapan), dan ia mengikhlaskan amalnya untuk Allah semata. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena Allah. Jika ia membenci maka ia membenci karena Allah. Jika ia memberi maka ia memberi karena Allah.

Jika ia menolak maka ia menolak karena Allah. Dan ini tidak cukup kecuali ia harus selamat dari ketundukan serta berhukum kepada selain Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ia harus mengikat hatinya kuat-kuat dengan beliau untuk mengikuti dan tunduk dengannya semata, tidak kepada ucapan atau perbuatan siapa pun juga; baik itu ucapan hati, yang berupa kepercayaan; ucapan lisan, yaitu berita tentang apa yang ada di dalam hati; perbuatan hati, yaitu keinginan, cinta dan kebencian serta hal lain yang berkaitan dengannya; perbuatan anggota badan, sehingga dialah yang menjadi hakim bagi dirinya dalam segala hal, dalam masalah besar maupun yang sepele. Dia adalah apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sehingga tidak mendahuluinya, baik dalam kepercayaan, ucapan maupun perbuatan, sebagaimana firman Allah swt :

Maksudnya : Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu memandai-mandai (melakukan sesuatu perkara) sebelum (mendapat hukum atau kebenaran) Allah dan rasulNya; dan bertaqwalah kamu kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha mengetahui. (Al-Hujurat: 1).

Artinya, janganlah engkau berkata sebelum ia mengatakannya, janganlah berbuat sesuatu sebelum Allah swt memerintahkanNya. Sebahagian orang salaf berkata, "Tidaklah suatu perbuatan betapa pun kecilnya ; kecuali akan dihadapkan pada dua pertanyaan: Kenapa dan bagaimana?" Maksudnya, mengapa engkau melakukannya dan bagaimana kamu melakukannya? Soal pertama menanyakan tentang sebab perbuatan, motivasi atau yang mendorongnya ; apakah ia bertujuan jangka pendek untuk kepentingan pelakunya, bertujuan duniawi semata untuk mendapatkan pujian orang atau takut celaan mereka, agar dicintai atau tidak dibenci ataukah motivasi perbuatan tersebut untuk melakukan hak ubudiyah (penghambaan), mencari kecintaan dan kedekatan kepada Tuhan Subhanahu wa Taala dan mendapatkan wasilah (kedekatan) dengan-Nya.

Intipati pertanyaan yang pertama adalah apakah kamu melaksanakan perbuatan itu untuk Tuhanmu atau engkau melaksanakannya untuk kepentingan dan hawa nafsumu sendiri?

Sedang pertanyaan yang kedua merupakan pertanyaan tentang mutaba’ah (mengikuti) Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam soal ibadah tersebut. Dengan kata lain, apakah perbuatan itu termasuk yang disyariatkan kepadamu melalui lisan RasulKu atau ia merupakan amalan yang tidak Aku syariatkan dan tidak Aku ridhai? Yang pertama merupakan pertanyaan tentang keikhlasan dan yang kedua pertanyaan tentang mutaba’ah kepada Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, kerana sesungguhnya Allah SWT tidak menerima suatu amalan pun kecuali dengan syarat keduanya.

Jalan untuk membebaskan diri dari pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan keikhlasan dan jalan untuk membebaskan diri dari pertanyaan kedua yaitu dengan merealisasikan mutaba’ah, selamatnya hati dari keinginan yang menentang ikhlas dan hawa nafsu yang menentang mutaba’ah. Inilah hakikat keselamatan hati yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan.

Bersambung......

Tiada ulasan:

Catat Ulasan